Senin, 15 Agustus 2016

KESENIAN BANTENGAN

KESENIAN BANTENGAN



Seni pertunjukan bantengan merupakan seni pertunjukan yang khas di daerah Malang. Salah satu wilayah yang melestarikan kesenian bantengan terletak di Desa Pandesari Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Desa Pandesari memiliki lima Dusun, diantaranya Dusun Krajan, Gesingan, Maron, Maron Sebaluh, dan Jurang Rejo. Setiap dusun di Desa Pandesari mempunyai kelompok kesenian bantengan yang memiliki ciri khas masing-masing. Kesenian Bantengan sendiri menggabungkan beberapa unsur, diantaranya: sendra tari, olah kanuragan, musik, dan syair atau mantra. Kesenian ini sangat kental dengan unsur magis. Pertunjukan bantengan diawali dengan pencak silat. Pencak silat sendiri adalah suatu seni bela diri tradisional yang berasal dari Indonesia. Selanjutnya,berhubungan  dengan pertunjukan bantengan.  Satu kepala bantengan dimainkan oleh dua orang, pemain pertama sebagai pemegang kepala bantengan sekaligus kaki depan,sedangkan pemain yang lain berperansebagai ekor bantengan dan pengontrol dari tari bantengan (kepala dan kaki banteng) tersebut. Pemain bantengan memakai kostum yang terbuat dari kain yang berwarna hitam dan memegang kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli. Pada masa sekarang,kostum dan jenis kepala banteng  memiliki banyak variasi.
Pertunjukan seni bantengan diiringi oleh musik khas Jawa yang terdiri dari gendang, ketipung,jidor,saron (alat musik gamelan bernada rendah),  kenong (alat musik gamelan bernada tinggi) dan peralatan musik lain. Setiap komunitas kesenian bantengan memiliki ciri khas musik masing-masing. Beberapa komunitas kesenianBantengan menambahkan keyboard sebagai nuansa modern. Selain iringan musik khas Jawa, kesenian ini diiringi oleh suara dari penyinden yang ada dalam pertunjukan.
Dalam pertunjukan bantengan,pertama kali yang muncul adalahmacanan dan monyetan. Setelah muncul macanan dan monyetan, pemain bantengan akan muncul dan beradu dengan macanan dan monyetan. Selanjutnya, pemain bantengan akan memasuki tahap “trans” yakni tahapan pemain pemegang kepala bantengandirasuki oleh arwah atau biasasebut dengan kesurupan. Dalam batengan, membutuhkan seorang pawang yang bertugas untuk mengendalikan banteng dengan membawa alat yang disebut cemeti (pecut/cambuk), yaitu alat yang digunakanuntuk  memanggil arwah yang akan merasuki pemain bantengan.


Sekilas Sejarah Kesenian Bantengan

Kesenian bantengan sudah dikenal masyarakat sejak pemerintahan kerajaan Singasari.Pada masa kerajaan Singasari tersebut, bentuk kesenian bantengan belum seperti sekarang yakni berbentuk topeng kepala banteng yang menari. Gerakan tari bantengan mengadopsi gerakan pencak silat yang dikembangkan. Masyarakat  di Jawa pada saat itu sudah pandai membuat sanepan atau istilah lain disebut sebagai bentuk ekspresi seseorang yang diwujudkan dalam bentuk kesenian. Kesenian bantengan terdiri dari kepala banteng, macan dan abangan atau monyet-monyetan. Kepala banteng melambangkanbentuk semangat masyarakat pribumi yang melawan penjajah, sedangkan macan dilambangkan sebagai penguasa atau kolonial, serta abangan dan  monyet-monyetan merupakan simbol dari masyarakat pribumi yang tidak memunyai pendirian atau dapat dikatakan bahwa orang tersebut suka berubah pikiran. Kesenian bantengan merupakan simbol perlawanan masyarakat Indonesia terhadap Belanda.



 

Kamis, 28 April 2016

Asal Usul Punden Ki Ageng Seguh Dusun Sebaluh



Abad ke 17, Kerajaan Mataram terlibat perselisihan akibat perebutan kekuasaan. Peperangan tak terelakkan dan menyebabkan Mataram terpecah dua negara, Ngayogyakarto dan Surakarta. Perselisihan ini memilukan sekaligus menyedihkan masyarakat. Kerajaan Mataram yang sebelumnya aman sentosa kini menemui perpecahannya.

Ki Ageng Hajar Seguh, Putra Keraton Surakarta melihat kemunduran ini. Baginya, perdamaian harus terjadi di kerajaan Mataram. Lalu, memohonlah beliau kepada Sang Hyaing, Tuhan Yang Maha Esa. Ki Ageng Seguh pun pergi bersemedi. Pergilah Ki Ageng Seguh menuju timur. Pun demikian dengan adiknya Ki Ageng Mangir. Namun, Ki Ageng Mangir belum pergi bertapa.

Sementara itu, Sang putri Keraton Ngayogyakarto, Dewi Anjarwati berkutat pada masalah asmaranya. Dia belum juga menemukan pasangan hidupnya. Dewi Hanajrwati kemudian berpuasa agar menemukan pasangan hidup yang sesuai dengan dirinya. 

Empat puluh hari empat puluh malam terlewati. Dewi mendapat jawaban dari Tuhan atas puasanya tersebut. Dewi akan menemukan jodohnya, namun dengan beberapa persyaratan. Dewi Anjarwati harus keluar meninggalkan Keraton, berganti pakaian dan harus menjadi masyarakat biasa. Dewi menurutinya. Bersama para pengawalnya, dia pergi menuju timur. Memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Dewi Anjarwati mengamen di sepanjang perjalanan.

Tibalah Dewi Anjarwati di Surakarta. Di sini, Dewi Hanajrwati mengamen dan bernyanyi untuk mendapat upah. Ramailah orang melihat penampilannya. Melihat kerumunan tersebut, Ki Ageng Mangir mendatangi keramaian. Dilihatnya Dewi Anjarwati yang sedang bernyanyi. Ki Ageng Mangir pun jatuh hati kepada Dewi. 

“Kamu berasal darimana?” tanya Ki Ageng Mangir kepada Dewi.

“Saya orang Surakarta saja,” jawabnya

“Siapa nama orangtua kamu?”

“Saya tidak memiliki rumah. Saya bermalam hanya di Pamong.”

Demikianlah percakapan di antara mereka. Berlalunya waktu, mereka akhirnya menikah. Dan Dewi Anjarwati memasuki bulan keempat kehamilannya. Ki Ageng Mangir menceritakan keinginanya untuk bertapa kepada Dewi Anjarwati.

“Saya ingin bertapa agar Tuhan Yang Maha Esa memberikan kerukunan kepada Ngayogyakarto dan Surakarta,” kata Ki Ageng Mangir.

Sebelum berangkat, Ki Ageng Mangir meninggalkan pusaka kancip untuk membelah jambe. Ki Ageng Mangir berpesan agar saat membelahnya, kancip tidak diletakkan pada pangkuannya. Dewi Anjarwati harus mencari tempat lain.

“Kalau anakmu laki-laki, namakan dia Joko Baluh, bila perempuan terserah padamu,” pesan Ki
Ageng Mangir kepada Dewi Anjarwati. “Bila kelak dia dewasa, berilah klinting ke tangannya, agar tahu bahwa dia adalah anakku. Saya mau bertapa ke timur. Kalau anakmu ingin bertemu suruhlah pergi ke timur.” Pergilah Ki Ageng Mangir menuju tempat pertapaannya di timur. 

Tiga bulan berlalu. Dewi Anjarwati sudah memasuki bulan ke tujuh kandungan. Di saat ingin membelah jambe, Dewi lalai dan lupa pada pesan Ki Ageng Mangir. Dipangkunya kancip selagi bubuk kinang ditumbuknya. Akibatnya, pusaka kancip itu masuk ke dalam pusar janin.

Setelah sembilan bulan sepuluh hari mengandung, lahirlah jabang bayi. Alangkah terkejutnya. Jabang itu bukan seorang manusia, melainkan seekor ular naga. Karena tidak memiliki tangan, Dewi pun menaruh klinting pada ekornya. Sesuai dengan pesan Ki Ageng Mangir, Dewi menamainya Joko Baluh Klinting.

Beranjak dewasa, Joko Baluh Klinting bertanya ke Dewi Anjarwati. “Ibu, Ayah saya siapa? Kalau pergi, dia pergi kemana?” tanya Joko Baluh Klinting. “Sejak lahir saya tidak pernah melihat ayah.”
Dewi selama ini merahasiakan keberadaan Ki Ageng Mangir kepada Joko Baluh Klinting. Namun, Dewi iba dan akhirnya memberitahu kepada Joko Baluh Klinting.

“Ayahmu bernama Ki Ageng Mangir. Sekarang dia sedang bertapa ke arah timur. Bila kamu telah bertemu dengannya, katakanlah bahwa kamu bernama Joko Baluh Klinting dan beritahu klinting yang ada di ekormu.”

Berangkatlah Joko Baluh Klinting mencari tempat bersemedi Ki Ageng  Mangir di timur. Sesampainya di Madiun, Joko Baluh Klinting mendapati sebuah hutan. Dia penasaran bahwa di tempat Ki Ageng Mangir bertapa di sini. Namun, dugaannya salah, Ki Ageng Mangir tidak ada. 

Joko Baluh Klinting pun melanjutkan perjalanannya ke timur hingga tiba di gunung Semeru. Kepada makhluk halus yang berjaga di gunung Semeru, Joko  Baluh Klinting bertanya tentang Ki Ageng Mangir. Namun, bukan jawaban yang didapatkan Joko Baluh Klinting. Dia diusir oleh makhluk halus di situ. 

“Ini daerah saya. Baik manusia atau apapun tidak boleh masuk,” kata makhluk itu kepada Joko Klinting.

Mendapat perlakuan tidak sopan, Joko Baluh Klinting merasa geram dan marah. Dia menantang sang makhluk halus bertarung. Makhluk tersebut menerima tantangan ini. Terjadilah pertempuran sengit dan pada akhirnya Joko Baluh Klinting menang.

“Dimana orang tua saya,” tanya Joko Baluh Klinting kepada makhluk tersebut.

“Saya benar-benar tidak tahu. Tetapi, cobalah pergi ke gunung Kawi karena saya mendengar ada seorang yang sedang bertapa di sana,” kata makhluk tersebut kepada Joko Baluh Klinting.

Mendengar penjelasan ini, Joko Baluh Klinting terbang ke barat menuju tempat yang telah disebutkan makhluk halus tadi. Seluruh badan Joko Baluh Klinting terasa panas setelah pertempuran. Dari atas, secara kebetulan Joko Baluh Klinting melihat sebuah telaga di Songgoriti. Turunlah dia ke telaga itu untuk membasahi badan. Namun, oleh makhluk penjaga telaga, Joko Baluh klinting dilarang menuju telaga. 

Joko Baluh Klinting pun marah karena pelarangan ini. Dia merusak tanggul di sekitar telaga sehingga air yang ada di dalam keluar, mengalir ke sungai Brantas.

“Dimana Ayah saya?” tanya Joko Baluh Klinting kepada makhluk tersebut.

Makhluk tersebut menjawab bahwa ada seseorang di atas sana sedang bersemedi.

“Mungkin dia tahu orang yang kamu cari.”

Berangkatlah Joko Klinting ke atas. Sesampainya di atas, Joko Klinting menemukan sebuah Padepokan. Di dalamnya ada seorang yang sedang bersemedi.

“Ibu saya Dewi Anjarwati dan saya adalah Joko Baluh Klinting putra dari Ki Ageng Mangir, putra dari Solo. Kata Ibu saya, Ayah saya sedang bersemedi ke arah timur. Apakah anda adalah orang tua saya?” tanya Joko Klinting.

Mendengar perkataan Joko Klinting, orang tersebut menjadi terkejut. 

“Kamu berarti putra dari Keraton Surakarta. Saya adalah Ki Ageng Seguh dan Ki Ageng Mangir adalah adik saya. Kalau benar begitu, berarti kamu adalah anakku juga,” jawab orang tersebut.

Mendengar jawaban tersebut, berlinanglah air mata (luh) Joko Klinting lalu sujud menyembah (sembah) Ki Ageng Seguh. Joko Klinting juga diberi petunjuk agar pergi menuju Gunung Kawi menemui Ki Ageng Mangir yang sedang bersemedi di sana. Dengan cepat terbanglah Joko Klinting ke Gunung Kawi.

“Saya ini Joko Baluh Klinting putra dari Dewi Anjarwati dari Keraton Surakarta. Di ekor saya ada sebuah klinting sehingga nama saya adalah Joko Baluh Klinting. Apakah Anda Ayah saya?” tanya Joko Klinting kepada orang yang sedang bersemedi di situ.

“Iya,” jawab orang tersebut. “Namun, ada syarat yang harus kamu lewati. Kamu harus melingkari gunung ini dengan tubuhmu.”

Joko Klinting menyanggupi syarat tersebut. Dengan badannya, dia melingkari gunung tersebut. Namun sayang, hanya tinggal sejengkal lagi sampai badannya benar-benar sempurna melingkari gunung. Joko Klinting pun menjulurkan lidah ke ekornya. Ki Ageng Mangir dengan sigap menggagalkan usaha tersebut. Dipotongnya lidah tersebut sampai Joko Klanting berubah wujud menjadi pusaka kancip.

Padepokan yang menjadi tempat bersemedi Ki Ageng Seguh kini dikenal sebagai Punden di dusun Sebaluh Desa Pandesari Pujon. Banyak wisatawan mengunjungi tempat ini. Mayoritas dari mereka berasal dari provinsi Jawa Tengah dan Jogjakarta.

Jumat, 12 Februari 2016

Masyarakat Dusun Jurang Rejo

Tradisi dan kepercayaan para sesepuh secara turun-temurun masih dilaksanakan masyarakat Dusun Jurang Rejo. Tanpa meninggalkan kegiatan relijius, masyarakat di sini tetap menjunjung tinggi adat dan budaya Jawa dalam berbagai kebiasaan dan kegiatan.

Seperti halnya dalam prosesi pelamaran. Bila calon pengantin pria merupakan orang berkecukupan, dia akan memberi sapi kepada calon mertua sebagai wujud melamar putri mereka. Saat pernikahan, pertemuan putra-putri dirayakan dengan membawa ole-ole (jodang) sebanyak dua belas buah yang dipikul oleh 24 orang. Jodang adalah kotak panjang yang dipakai untuk menaruh panganan atau makanan, barang-barang pinangan dan sebagainya.

Bersih Dusun

Setiap tahun, masyarakat melaksanakan ‘Bersih Dusun’ sebagai wujud permohonan agar dusun Jurang Rejo aman dari gangguan dan marabahaya. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mengikuti penanggalan Jawa dan Kalender Hijriah. Acara dimulai pada Sabtu Kliwon di Bulan Rajjab. Lima hari lamanya, masyarakat akan mengikuti rangkaian demi rangkaian acara.



Tahun ini, sesuai dengan penanggalan yang telah disebutkan, Bersih Dusun akan dimulai pada 30 April 2016. Awal rangkaian dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Quran, kemudian dilanjutkan Tirakatan dan penampilan Pencak Silat pada malam Jum’at (29/4). Bila merunut pada rangkaian tahun lalu, maka esok pagi Kenduri menjadi acara awal dengan mengundang Kepala Desa atau Bupati Malang.

Siang hari, masyarakat akan disuguhkan pementasan Wayang Kulit. Pemilihan cerita wayang sangat selektif mengingat masyarakat sangat antusias mengikuti jalan cerita sang Dalang. Kesan itu harus bercitra baik. Maka pemilihan Dalang pun menyesuaikan dengan kehendak warga dusun. Wayang akan dimainkan selama sehari semalam.



Menghormati para sesepuh dan tokoh dusun, maka selanjutnya para pemuda dari Karang Taruna akan menampilkan Langgeng Pekso. Para pemuda Karang Taruna juga akan dilibatkan dalam mengisi acara dengan menampilkan seni Tayub selama sehari semalam.

Hari keempat, masyarakat kembali dihibur dengan atraksi kesenian Barongsai dan Singo Edan saat malam hari. Tidak ada kegiatan pada siang hari. Hiburan bagi masyarakat tidak berhenti sampai di sini saja. Besok pagi, karnaval dari Seni Bantengan akan menjadi hiburan luar biasa. Kurang lebih 45 grup bantengan Malang Raya diundang untuk mengisi jalannya karnaval.


Saat Maghrib, Sholawatan, pengajian dan Tanjidor dari pemuda Karang Taruna akan menjadi acara penutup rangkaian Bersih Dusun. 


Kamis, 11 Februari 2016

Desa Pandesari

Desa Pandesari merupakan wilayah yang secara geografis merupakan dataran tinggi, memiliki pegunungan dan lahan persawahan yang luas. Letak desa berada di antara Kota Batu dan desa lain yang masih termasuk dalam kecamatan Pujon dan Kabupaten Malang.

Luas : 591.170 Ha
Dusun : Krajan, Sebaluh, Jurangrejo, Maron Sebaluh dan Gesingan

Peta Desa Pandesari diamil dari google maps

Total penduduk tahun 2015 berjumlah 10.214 jiwa yang terbagi ke dalam 2.723 KK. Angka ini merupakan jumlah terbesar dari seluruh desa di Kecamatan Pujon.

Kabupaten Malang

Pantai Balekambang Kabupaten Malang
Kabupaten Malang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa TimurIndonesia. Kabupaten Malang adalah kabupaten terluas kedua di Jawa Timur setelah Kabupaten Banyuwangi dan merupakan kabupaten dengan populasi terbesar di Jawa Timur. Kabupaten Malang juga merupakan kabupaten terluas ketiga di Pulau Jawa setelah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Sukabumi di Provinsi Jawa Barat. Ibu kota Kabupaten Malang adalah Kepanjen.
Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kota Malang tepat di tengah-tengahnya, Kabupaten JombangKabupaten Pasuruan; dan Kota Batu di utara, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Blitar dan Kabupaten Kediri di barat. Sebagian besar wilayahnya merupakan pegunungan yang berhawa sejuk, Kabupaten Malang dikenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata utama di Jawa Timur. Bersama dengan Kota Batudan Kota Malang, Kabupaten Malang merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang). 
Sumber: Wikipedia